PTK

Sistem Validasi PTK - LOGIN

Senin, 07 Januari 2013

Dana BOS Rp 333.500,00/Sekolah Tidak di-SPJ-kan



       Indramayu. TIDAK kurang akal bagi Dinas Pendidikan (Disdik) menguras dana BOS sekolah-sekolah. Berbagai cara dilakukan. Ada yang mekanismenya melalui K3S, Pengawas, UPTD dan langsung Dinas. Semuanya berpangkal dan berujung pada bagaimana caranya dana BOS tersebut bisa diperas bahkan diperas habis atau dikuras kalau bisa.
            Sekolah-sekolah tentu tekuk lutut mau diapakan saja. ini nistanya dalam dunia pendidikan. Tapi itulah fakta dunia pendidikan di Indramayu.
            Pada bulan Nopember 2012, yang setiap bulannya ganti model wajib setor, sekolah-sekolah menerima kuitansi dengan tulisan di pojokm kiri atas bertuliskan: tidak di spj kan. Dana BOS yang disedot tersebut sebesar Rp 333.500,00/Sekolah yang dalam kuitansi, yang menerima uang adalah RUSTIATI. Rustianti adalah Bendahara K3S rayon dan UPTD Pendidikan Kecamatan Indramayu, yang juga Kepala Sekolah.
            Rustiati rupanya tahu betul bahwa hukum di Indramayu seperti di pasar kelontong jual loakan, karena Rustiati dalam kuitansi berani membubuhkan tanda tangannya. Berarti Rustiati tidak sendirian tapi sudah berada dalam sistem yang sistemik dan sistematis.
Tidak semua sekolah harus mengeluarkan dana BOS sebesar itu, tapi besarnya wajib setor sangat bergantung pada jumlah murid disetiap sekolah, yang jika dirata-ratankan, setiap siswa harus menyetorkan dana Bosnya sebesar Rp 2.000,00/siswa. Yang tentu dana tersebut akan mengalir ke mana-mana dalam sumbu kekuasaan, terutama ke purasan sentral kekuasaan untuk kepentingan politiknya, karena jumlah sekolah se-Kabupaten Indramayu cukup banyak.
            Untuk apa dana BOS sebesar Rp 333.500,00 tersebut? Rustiati berani juga menuliskannya dengan uraian kalimat: Dana Partisipasi Kantor. Para Kepala Sekolah bingung dengan dana partisipasi itu, tetapi kemudian menyatakan, dana partisipasi kantor tersebut berada di meja UPTD masing-masing. Nah, ini dia soalnya, yang jawabannya sudah ditemukan oleh Kepala Sekolah sendiri. Hebat, bukan Indramayu. Berkat kepemimpinan Pak Yance atau NKRI (Negara Kerajaan Irianto).
            O’ushj.dialambaqa Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) mengatakan, jika seribu pengamat yang kritis ditempatkan di Indramayu, pastilah sudah kehabisan kata-kata untuk bisa menjelaskan atau mengungkapkan pengamatannya.
            Jika ada sejuta peneliti sosial ditempatkan di Indramayu, pastilah kehabisan uraian kalimat untuk menyimpulkannya terhadap fakta konkret realitas yang membudaya di Indramayu.
Tetapi jika ada sejuta pelukis atau penyair atau novelis atau sastrawan yang sejati, pastilah tidak akan kehabisan kata-kata untuk menuliskannya, karena kegelisahan yang terus menerus berkecamuk dalam nuraninya.
Jika ada berjuta-juta akademisi yang Doktor dan atau Prof. DR ada di Indramayu, pastilah tak bisa lagi menguraikan teori-teori sosial dan eksakta yang hanya hafalan untuk persiapan mengajarkan pada para mahasiswanya, karena teori-teori tersebut ternyata tak bisa diimplementasikan atau tidak bisa untuk melakukan pengujian kebenaran fakta.
            Namun, jika ada berjuta-juta bahkan ratusan juta penyair (sastrawan) salon di Indramayu, pastilah sudah kehabisan kata-kata untuk menulisnya, bahkan tidak bisa lagi untuk mengungkapkannya dalam sajak-sajak atau pusi-puisinya, karena kegelisahannya telah dibunuh dengan materi kekuasaan penguasa. Kegelisahannya telah ditukarkan dengan kenyamanan materi penguasa.
            Yang luar biasa adalah para auditor baik dari Inspektorat maupun auditor dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang malaikatnya Negara, ternyata ketika memeriksa kuitansi yang bertuliskan “tidak di spj kan” pada saat mengaudit, matanya dipejamkan atau memejamkan matanya, sehingga berpuluh-puluh kuitansi yang serupa di setiap sekolah, UPTD, Disdik dan SKPD/OPD tidak terlihat, dan tidak akan kelihatan. Itulah hebatnya hegemoni kekuasaan NKRI – Bupati – Yance.
            Lantas para wartawan bodrek dan LSM kardus mengikuti jejak Inspektorat dan BPK, memejamkan mata untuk mengutip para Kepala Sekolah yang ketakutan, karena bocornya dana BOS diketahui oleh para wartawan bodrek dan LSM kardus tersebut. Maka, menjadi double triple.
Para anggota Dewan , terutama yang berada dalam Komisi B (Bagian Pendidikan), bisu sejuta bahasa dan lebih suka menjadi patung hidup-hidupan. Yang seharusnya tanggap darurat tapi ternyata tidur darurat, bahkan kemudian tidak peduli lagi, karena kesibukannya studi banding ke luar daerah, dan bila perlu ke luar negeri.
Ini menjadi ironis dan fantastis, tapi itulah fakta, bukan itulah fiksi. Padahal dalam realisasi APBD semua operasional kantor, pemeliharaan kantor dan seterusnya semua ditanggung APBD dan telah dikeluarkan oleh APBD. Ternyata, sukanya keluar double-double. Enak rupanya. Jika keluar terus-terusan ya payahlah, dan rusak jadinya. **Tim KJ1001***.
>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar