PTK

Sistem Validasi PTK - LOGIN

Senin, 07 Januari 2013

Struktur YANCE dan Kotak Suara

TULISAN Saya ini masih berkisar soal Yance. Mengapa Yance, bukan yang lain, karena Yance memang lebih layak diperbincangkang menimbang masa kekuasaannya yang terus berlanjut sampai sekarang, sekalipun sudah tidak lagi menjabat sebagai Bupati Indramayu. Dan jika saja Saya adalah seorang mahasiswa yang sedang mengerjakan Tugas Akhir, baik berbentuk Skripsi, Tesis maupun Disertasi, niscaya Yance-lah yang akan saya jadikan problem penelitian.
            Pada kesempatan ini Saya akan mengurai sedikit tentang bagaimana kelak pada Pilgub Jabar 2013 Yance akan mendulang suara melalui Pegawai Negeri Sipil (PNS) baik yang memiliki jabatan struktural seperti Lurah, Kepala Seksi, Camat hingga Kepala Dinas hingga PNS yang hanya bertugas sebagai pelaksana (fungsional) seperti, misalnya, guru.
            Berbicara Yance adalah berbicara dua hal. Pertama, Yance sebagai person (individu) dan, kedua, Yance sebagai sebuah struktur berisi kaidah atau norma-norma tertentu yang harus dijalankan oleh PNS. Yance sebagai person adalah Yance yang manusia biasa dan individual, sementara Yance sebagai sebuah struktur adalah seperangkat aturan dan norma-norma tertentu sebagai pelembagaan dari perkataan dan tindakan politik Yance. Untuk yang terakhir ini marilah kita sebut hal itu sebagai Struktur Yance. 
Menurut Jean Piaget struktur adalah suatu tatanan wujud-wujud yang mencakup keutuhan, transformasi, dan pengaturan diri. Dikatakan “keutuhan” karena tatanan wujud itu bukannya kumpulan semata melainkan karena tiap-tiap komponen struktur itu tunduk kepada kaidah intrinsik dan tidak mempunyai keberadaan bebas di luar struktur. Dikatakan “transformasi” karena struktur itu tidak statis dan bahan-bahan baru terus-menerus diproses oleh dan melalui struktur itu. Dikatakan “pengaturan diri karena struktur itu tidak pernah meminta bantuan dari luar untuk melaksanakan prosedur transformasional tersebut; Jadi struktur itu bersifat “tertutup” (Harimurti Kridalaksana: 2005). Sebagai misal adalah, bila kita mengendarai sepeda motor atau mobil, dan kita menyalakan lampu tanda belok kiri, tindakan kita menyalakan lampu itu tidak akan dipahami oleh pengendara di belakang atau di depan kita kecuali sudah ada semacam skemata tata lalu-lintas yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Adanya skemata itu (dalam hal ini aturan lalu-lintas) memungkinkan kita melakukan tindakan belok kiri dengan aman (B. Herry Priyono: 2002). Itulah pengertian struktur yang kita gunakan dalam tulisan ini.  Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Struktur Yance adalah semacam rambu-rambu tindakan PNS agar bersesuaian dengan kepentingan politik Yance.
            Cara kerja struktur berisi rambu-rambu tindakan tadi mirip cara kerja ideologi. Ideologi menentukan sederetan perintah dan larangan; sebuah fakultas yang mengajak pada suatu tujuan tertentu (Murtadha Muthahhari: 2001) dimana ketundukan terhadap sederetan perintah dan larangan sebagai rambu-rambu tindakan PNS tersebut dijaga lewat pemberian sangsi positif (hadiah) dan sangsi negatif (hukuman).

Implementasi Struktur Yance
            Visi politik Yance, yang mana visi tersebut dilanjutkan oleh istrinya, Anna Sopanah sebagai Bupati Indramayu, adalah Indramayu REMAJA: Religius, Maju, Mandiri dan Sejahtera. Visi politik ini tak lain dari imajinasi sosio-kultural yang keberhasilannya diukur secara selektif-kuantitatif. Selektif kuantitatif artinya adalah menggembar-gemborkan secara massive sedikit keberhasilan dari visi politik tersebut. Misalnya memuat secara intensif di surat kabar lokal maupun nasional tentang bagaimana para PNS diwajibkan membaca al Quran selama 10-15 menit sebelum jam kerja dimulai atau mewajibkan siswi beragama Islam memakai jilbab. Secara kultural apa yang dilakukan tersebut merupakan bagian dari perintah agama Islam yang semua muslim tentu bersepakat tentangnya. Akan tetapi, apakah membaca al Qur’an selama 10-15 menit dan mewajibkan memakai jilbab merupakan kerangka moral yang benar-benar maujud di Indramayu? Tentu tidak. Kedua contoh tadi sekadar tanda-tanda tentang religiusitas belaka. Tanda adalah citra tentang sesuatu yang tidak memiliki rujukan substansial di dunia nyata. Tanda semacam itu, menurut Umberto Eco, dapat dipahami lewat teori Semiotika yang berbicara tentang bagaimana sekumpulan tanda digunakan untuk berdusta
(Yasraf Amir Piliang: 2003)
            Untuk mengukur bahwa sebuah pemerintahan dalam konteks Negara, Propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Keluruhan yang termuat juga di dalamnya Departemen, Dinas dan Seksi-seksi memang benar-benar merujuk kepada kerangka moral yang nyata adalah dengan membandingkan keberadaan sejumlah tanda tertentu dengan ketiadaan lawan dari tanda-tanda tadi. Contohnya adalah membandingkan frekuensi dan intensitas PNS dalam membaca al Qur’an dengan ketiadaan kurupsi atau pungli dalam suatu entitas pemerintahan. Jika frekuensi dan intensitas membaca al Qur’an tersebut berbanding lurus dengan ratusan dugaan korupsi serta vonis bersalah karena korupsi maka, tanda-tanda tadi hanyalah tanda-tanda yang digunakan untuk berdusta. Itu artinya bahwa entitas pemerintahan pada lapisan yang tertentu itu telah berdusta kepada rakyat.
            Dalam konteks Indramayu tanda-tanda kedustaan tersebut bersifat menyebar mulai dari Yance, Suhaeli (mantan Kadisdik Indramayu yang divonis bersalah namun tidak dikurung), Dinas, Kecamatan, Desa atau Kelurahan. Yance, misalnya. Tanda tentang kesalehan serta penghargaan akhlaqul qarimah yang diterimanya berbanding lurus dengan dugaan korupsi dalam PLTU Sumuradem. Jadi, keberadaan tanda (aklaqul qarimah) tidak dibarengi dengan ketiadaan lawan tanda yang bersifat amoral (dugaan korupsi). Lalu mengapa Yance dan kroni-kroninya tak pernah tersentuh hukum, malah tetap leluasa memproduksi dan mentransformasikan tanda-tanda kedustaan? Di sinilah pentingnya memahami apa itu Struktur Yance.
            Struktur Yance ini dibangun berdasarkan pengelolaan rasa takut dan dijaga lewat pemberian sangsi positif (hadiah) dan sangsi negatif (hukuman). Sangsi positif misalnya lewat pemberian pujian atau pembiaran terhadap tindakan suka-suka bawahannya yang menyebabkan mereka dapat memperkaya diri sekalipun berpotensi melanggar hukum. Semakin banyak yang melanggar hukum, misalnya korupsi, maka semakin banyak pula terkumpul kartu As di tangan Yance. Para loyalis Yance dikelola secara seperti ini, dan mustahil mereka mau melaporkan dugaan korupsi Yance sebab mereka sendiri pun tentu takut dilaporkan. Dan bagi orang-orang yang karena satu dan lain hal berseberangan dengan Yance maka, tergantung bentuk dan jenis “keberseberangannya’, biasanya mereka mendapatkan sangsi (hukuman) seperti terlambat naik pangkat atau digantarkan (“dibuang” ke pedalaman Gantar). Nah, nama orang-orang yang mendapat hadiah maupun hukuman dari Yance itu kemudian dikomunikasikan ke seluruh jajaran PNS Indramayu sehingga kemudian timbullah sebuah mekanisme pengaturan diri dari PNS Indramayu seluruhnya. Inilah yang oleh Eep Saefulloh Fatah (1999) sebagai proses rezimentasi, yaitu sebuah metode penguasaan dan dominasi politik yang bekerja pada tataran psikologis segelintir orang yang kemudian disebarkan secara lebih luas lagi melalui institusi pendidikan, pelayanan publik, institusi keagamaan sampai ke lingkup kecil yaitu keluarga.

Kotak Suara Pilgub Jabar 2013
            Perolehan suara Yance di Indramayu pada Pilgub Jabar 2013 nanti akan cukup signifikan melalui PNS pada level struktural maupun fungsional yang telah terkena sindrom Struktur Yance di atas. PNS pada dua level tadi akan menyesuaikan diri dengan kehendak struktur tersebut dengan cukup ditekannya satu tombol kecil yang berbunyi “Sangsi hukuman dan hadiah”. Apa yang dikatakan dan dilakukan oleh hampir semua PNS tersebut terkait langsung dengan sangsi hukuman dan hadiah itu dalam rangka, umpamanya, bagaimana perolehan suara Yance di Indramayu harus mencapai 80 % sebagai sebuah sasaran antara proses rezimentasi yang telah dimulai sejak tahun 2000 lalu. Secara lebih konkret bagaimana proses rezimentasi Struktur Yance ini mengaktualisasikan diri adalah, misalnya,  perkataan Kepala Sekolah SMPN Unggulan Sindang, Sri Sunarti M.Pd pada acara liputan khusus tentang SMPN Unggulan yang ditayangkan RCTV, Senin, 29/10/2012 +/- pk. 19.30 WIB yang mengatakan,” Pak Yance itu Bapak Pendidikan yang diakui di Jabar dan insya allah berikutnya diakui di nasional. Pak Yance itu gagasannya briliant”. Dengan kalimatnya itu sebenarnya Sunarti sedang menyampaikan sebuah citra (tanda) tentang Yance, bukan tentang sosok individual Yance yang sebenarnya. Dalam Struktur Yance, Sunarti hanyalah salah satu dari produsen tanda tentang Yance, di samping ribuan produsen tanda lainnya dalam skala lebih luas yang bekerja melalui mekanisme pengaturan diri. Orang-orang semacam ini kemudian memproduksi dan mentransformasikan (menciptakan secara berulang-ulang) tanda-tanda baru yang merujuk kepada aspek-aspek tertentu dari REMAJA untuk selanjutnya dikomunikasikan lewat media lokal dan nasional bahwa tanda-tanda yang sebenarnya semu dan palsu itu sebagai sebuah fakta.
            Sebagai kesimpulan penutup tulisan ini dapat dirangkum bahwa dengan menanamkan rasa takut secara terstruktur terhadap PNS Indramayu yang itu dijaga dengan pemberian sangsi positif (hadiah) dan sangsi negatif (hukuman) Yance  telah membelengu kehendak bebas PNS Indramayu sehingga sebagian besar dari PNS tersebut mengalami cacat moral (as morality disorder) dalam artian epistemologi politik, yakni tahu soal berbagai penyimpangan yang dilakukan Yance selama berkuasa tapi diam, atau tahu soal itu namun hanya berani ngoceh dibelakang seperti anak kecil yang mainannya diambil dan berharap mainan itu dikembalikan.
Referensi :
Harimurti Kridalaksana, Mongin Ferdinand de Saussure, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005
B. Herry Priyono, Anthony Giddens, KPG, Jakarta, 2002
Louis Althusser, Tentang Ideologi, Edisi terjemahan (Verso, London:1984), Jalasutra, Yogyakarta
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika, Jalasutra, Yogyakarta, 2003
Murtadha Muthahhari, Mengenal Epistemologi, Penerbit Lentera, Jakarta, 2001
Eep Saefulloh Fatah, Membangun Oposisi, Rosda, Bandung, 1999
>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar