PTK

Sistem Validasi PTK - LOGIN

Senin, 07 Januari 2013

Pidato Politik Teten Masduki



       Bandung/Indramayu.  TETEN Masduki, Kamis, 3/1/2012 di Kampus Al Maksum Bnadung, sekitar pk. 11san WIB memberikan pidato politik di hadapan puluhan-ratusan massa dari berbagai komponen dan elemen massa. Massa yang hadir dalam pidato politik Teten Masduki adalah para relawan mandiri Teten Masduki, di mana Teten Masduki bersama Rieke Diah Pitaloka (Oneng) menjadi calon pemimpin masyarakat Jawa Barat (Jabar) dalam Pilgub Jabar 24/2/2013 nanti.
            Oneng yang berasal dari komunitas selebritis sebagai calon Gubernur Jabar menggandeng Teten Masduki yang berasal dari komunitas penggiat anti korupsi, di mana Teten Masduki berkibar dan bertengger di bawah bendera ICW (Indonesia Corruption Watch) yang kemdian Teten Masduki pun bertengger di bawah bendera Transparancy International Chapter Indonesia sebagai Sekjen (Sekretaris Jendral) disampin kini sebagai anggota Ombudsman Indonesia.
            Nama besar Teten Masduki bersama ICWnya adalah ketika membongkar kasus suap yang melibatkan Jaksa Agung Andi M Ghalib (masa pemerintahan BJ. Habibie) yang memaksa pejabat tinggi Negara itu terpaksa turun dari jabatannya, yang waktu itu masih menjadi amat langka terjadi di negeri ini, sekalipun rezim Orba (Orde Baru) Soeharto telah jatuh, namun BJ. Habibie merupakan bagian dari sejarah yang tak terpisahkan dari sebuah rezim penguasa yang paling lama mencengkram demokrasi di republik negeri ini yang sarat dengan korupsi.
            Dalam pidato politinya, Teten Masuki mengatakan, kemenangan Jokowi (Joko Widodo) di Jakarta bukan merupakan gerakan partai politik, tetapi merupakan gerakan Relawan. Relawan yang menghendaki perubahan inilah yang kemudian melakukan gerakan untuk mewujudkannya.            
Gerakan relawan menjadi tonggak penting demokrasi ke depan yang mampu menumbangkan uang (money politics – red). Karena, ketika demokrasi dikuasai oleh uang, maka mereka akan menjadi pembajak demokrasi, yang pada akhirnya bukan untuk rakyat. Oleh karenanya, tonggak demokrasi dan penyelamat Negara itu adalah para relawan.
            Di sisi lain dalam pidato politiknya, Tetan Masduki menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan relawan adalah benar-benar ralawan dalam pengertian ia bergerak bukan karena uang atau tanpa uang, tetapi karena adanya kesadaran untuk melakukan perubahan.
            Jabar dalam 2013 nanti (Pilgub – red) merupakan atau menjadi pertarungan kekuatan  politik besar, di mana Jabar sebagai barometer. Tahun 2014 merupakan pondasi pergantian politik untuk tahun 2019 nanti, di mana tahun 2019 nanti adalah merupakan icon pergantian generasi politik pasca Orba, maka harus dimenangkan dulu oleh kelompok yang bersih. Jabar kini sudah multi etnis dan multi kultural.
Oleh karenanya, gerakan relawan pasca Jokowi adalah merupakan gerakan demokrasi. Bila semua ini bisa berjalan, maka 2014 atau ke depan akan diisi oleh orang-orang yang bersih, bukan oleh orang-orang yang beruang.
Teten Masuduki kemudian mengingatkan kepada para relawan yang hadir dalam pidato politiknya dengan menyatakan, bahwa relawan harus melakukan pendidikan politik kepada masyarakat, bukan melakukan gerakan lomba memasang baliho. Relawan mandiri adalah relawan yang bergerak bukan karena uang tapi karena kesadaran untuk melakukan perubahan. Relawan mandiri (Paten) dalam Pilgub Jabar ini tidak mempunyai hubungan hirakis dengan Partai Poltik (PDI-Perjuangan – Red), sekalipun Rieke Diah Pitaloka diusung atau dicalonkan dari partai politik. Relawan Paten adalah relawan yang otonom dan mandiri.
Nanang Maksum sebagai bagian dari keluarga besar Kampus Al Maksum Bandung mengatakan, bahwa kesediaan Kampusnya sebagai tempat penyelenggaraan lounching Relawan Mandiri Paten merupakan bentuk penghargaan terhadap Teten Masduki, karena saya, baik secara pribadi, saya mengenal betul dan telah lama bergaul dengan Teten Masduki sebelum di ICW sampai sekarang ini, di mana Teten Masduksi sebagai orang yang terus bergerak untuk perubahan, terutama dalam persoalan korupsi.
Dengan intregritas yang kuat dimiliki Teten Masduki, maka kami menawarkan diri kampusnya dipakai untuk kepentingan Teten Masduki dalam Pilgub Jabar, seperti sekarang ini sebagai tempat lounching Relawan Mandiri Paten dan Pidato Politik Teten Masduki.
“Sebelumnya saya telah dikecewakan oleh partai politik. Dulu kami melakukan dukungan terhadap PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), eh ternyata siapa yang berani membayar, bukan berani karena benar.
Kami Keluarga besar Al Maksum secara ekonomi telah mapan (Kaya – red), tidak kekurangan apapun, maka kami tidak punya pamrih apapun terhadap Paten bila menjadi Gubernur Jabar nanti, tetapi kepentingan kami adalah kepentingan rakyat Jawa Barat”, ujarnya.
TB Hasanudin sebagai Ketua DPD PDI-P Prop Jabar setelah dicopotnya Rudi Harsa, di mana TB Hasanudin adalah seorang Letjen (Letnan Jendral atau Bintang Tiga) yang mundur (memilih menjadi Purnawirawan) dari karier kedinasan militer kemudian terjun dikarier politik melalui PDI-P mengatakan, PDI-P sangat sulit untuk memilih calon Gubernur, karena PDI-P ingin menampilkan tokoh yang bersih. Dengan pertimbangan yang lama, kemudian dengan berbagai masukan, ada banyak orang yang masuk ke PDI-P dari luar kalangan atau kader partai.
Dengan berbagai pertimbangan dan referensi, kemudian jatulah pilihan pada Teten Masduki yang masuk dalam klasifikasi tokoh bersih yang reputasinya telah dikenal publik.
Waktu itu PDI-P belum juga menemukan atau memilih siapa orang partai yang mau dimunculkan sebagai orang yang dianggap bersih. Nama Rieke Diah Pitaloka belum muncul waktu itu, tetapi setelah PDI-P menetapkan pilihan ke Teten Masduki barulah muncul nama Rieke Diah Pitaloka.
Diakuinya, bahwa tidak semua orang yang ada di partai adalah kotor tetapi diakui pula banyak orang yang tidak bresih di partai (PDI-P – red). Oleh karenanya ini menjadi pertimbangan yang sulit. Akhirnya PDI-P menjatuhkan pilihan kepada Rieke Diah Pitaloka sebagai orang partai yang layak dimunculkan untuk berpasangan dengan TetenMasduki, dengan alasan Rieke Diah Pitaloka adalah figur yang masih bersih.
“Ketika saya tanyakan,  apakah Teten Masduki punya uang banyak? Teten mengatakan tidak punya uang, dan ternyata dalam rekeningnya hanya memiliki uang Rp 200 Juta. Begitu juga Rieke Diah Pitaloka, bukanlah orang beruang. Katanya, bukan Teten tidak bisa mencari dana untuk kepentingan Pilgub, tetapi Rieke Diah Pitaloka dengan Teten Masduki telah mempunyai komitemen tidak menggunakan money politics, dan Teten Masduki secara tegas menolah politik uang dalam Pilgub ini.
Kemenangan Jokowi menjadi Gubernur di DKI Jaya – Jakarta diakui pula bukanlah karena mesin partai tetapi kemenangan yang didasarkan oleh para relawan”, tegasnya.
Direktur Pausat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) O’ushj.dialambaqa  mengatakan, dengan penegasan Tubagus Hasanuddin sebagai representasi politik partai yang ada di negeri ini, maka tidak bisa terbantahkan lagi, bahwa memang di negeri ini amat langka sosok orang yang bersih.
Realitas tersebut amat mengenaskan dan memilukan kita, dan kita bisa jadi dalam ambang bahaya, yaitu sebuah ancaman kepemimpinan bangsa, sehingga bangsa di masa depan kini dihantui kehancuran demokrasi dan politik yang bermoralitas.
Realitas tersebut juga memperjelas bahwa para partai politik telah gagal untuk mendidik kader-kadernya menjadi orang yang bersih atau gagal menjadikan kader-kadernya sebagai pemimpin yang bersih. Ini terbukti juga sebagai fakta perpolitikan di negeri ini, di mana data statistik melayarkan semakin banyaknya para politisi atau anggota Legislatif yang terjerat dan atau terlibat korupsi, baik di Pusat maupun di Daerah. Sungguh memilukan bangsa negeri ini.
Pidato politik Teten Masduki, hendaknya menjadi perhatian serius kita, karena betapa akan menjadi petaka, jika dari Pemilu ke Pemilu, baik Pilpres (Pemilihan Presiden), Pilgub (Pemilihan Gubernur), Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah/Bupati/Walikota) maupun Pileg (Pemilihan Legislatih) selalu dimenangkan oleh kekuatan money politics, karena di tingkat Desa yang telah akut menjadi tradisi atau budaya dalam setiap Pilwu (Pemilihan Kuwu) selalu dimenangkan oleh kekuatan politik uang, sekalipun calonnya tunggal.
Gerakan Relawan Mandiri sebagai bentuk metamorfosa sebagai model gerakan baru yang akan bisa menyelamatkan (sejarah) demokrasi di negeri ini, akankah bisa dibuktikan di negeri ini untuk melawan gerakan kekuatan money politics yang telah membudaya bertahun-tahun di tengah ambruknya moralitas dan mentalitas masyarakat, rakyat dan bangsa di negeri ini akan bisa dibuktikan dalam Pilgub Jabar 2013 nanti, ataukah kita masih akan dikepung oleh kekuatan money politics, sehingga kita akan terus berada dalam sistem demokrasi terpimpin di negeri ini, di bawah titah para penguasa yang me-Raja-kan uang.
Apakah kemudian jika Pilpres, Pilgub, Pilkada dan Pileg dimenangkan oleh gerakan Relawan Mandiri, di mana para pemimpinnya sudah berada dalam singgasana kekuasaan akan bisa bertahan untuk tidak melakukan korupsi (akan tetap bersih), dan tidak akan menjadi pembajak demokrasi?  Kita lihat saja nanti, karena sejarah dan waktu yang akan bicara.**Tim KJ1001***.
>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar